Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Pusat Krisis dan Pengembangan Komunitas Psikologi UNAIR dan PLN Nusantara Power Adakan Pelatihan Pengarusutamaan Gender dan Pencegahan Bullying bagi Guru MI di Gresik

Masa Sekolah Dasar adalah periode krusial dalam perkembangan mental dan intelektual anak, ketika mereka giat mengeksplorasi pemahaman baru tentang dunia sosial di sekitar mereka. Oleh karena itu, menumbuhkan kesadaran akan kesetaraan gender dan sikap saling menghormati sejak dini menjadi hal yang krusial. Dengan adanya kesadaran ini, anak-anak tak cuma belajar menerima perbedaan, tapi juga mengembangkan toleransi, kepedulian, untuk dapat mencegah perilaku bullying dan menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan inklusif.

Untuk mewujudkannya, guru—sebagai lingkungan terdekat anak—perlu terampil dalam mencegah bullying dan mampu memberikan dukungan mental kepada siswa. Oleh karena itu, pada hari Kamis (24/4/2025), Pusat Krisis dan Pengembangan Komunitas Fakultas Psikologi Universitas Airlangga bekerja sama dengan PLN Nusantara Power dan Yayasan Loh Jinawi mengadakan Pelatihan Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming) dan Pencegahan Bullying bagi Guru MI di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Ma’arif Ngargosari Gresik.

Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendorong SDGs ke-5 mengenai kesetaraan gender. Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan guru-guru MI dapat lebih siap mencegah kasus bullying dan kekerasan berbasis gender di sekolah, serta mampu memberikan pendampingan psikis yang dibutuhkan anak-anak korban untuk membangun kembali kepercayaan dirinya.

Terdapat tiga materi yang disampaikan pada kegiatan ini, yaitu materi Gender Mainstreaming, Pencegahan Bullying di Sekolah, dan Kapasitas Psikososial yang Dibutuhkan bagi Guru dan Siswa yang dibawakan oleh Bani Bacan Hacantya Yudanagara S.Psi., M.Si. dan Lantip Muhammad Dewabrata, S.Psi., M.Si.

Narasumber juga menggaris bawahi akan pentingnya peran keluarga dan sekolah dalam memberikan pemahaman mengenai gender dan kekerasan berbasis gender pada anak-anak, terutama ketika isu bullying dan ketimpangan gender yang sering kali sulit disadari anak-anak. “Guru harus jadi garda terdepan dalam menciptakan ruang belajar yang aman dan suportif,” tutur Bani Bacan dalam paparannya.

Kegiatan diawali dengan asesmen awal melalui metode partisipatif, dimana peserta diminta menempelkan stiker sebagai indikator pemahaman awal terhadap materi yang akan disampaikan. Pada sesi materi pertama, pembicara menjelaskan tentang gender, bentuk-bentuk ketidakadilan gender, serta bagaimana gender mainstreaming dapat mengatasi isu gender. Kemudian dilanjutkan pada materi kedua mengenai bullying dan kekerasan dan materi ketiga yaitu kapasitas psikososial yang perlu dimiliki guru dan siswa. 

Di tengah sesi materi, terdapat juga aktivitas-aktivitas untuk memperdalam pemahaman peserta terhadap materi yang disampaikan, yaitu berupa diskusi dan roleplaying. Para peserta juga diberikan materi terkait komunikasi dan mendengar aktif sebagai bekal dalam menanggapi siswa yang ingin berkonsultasi. 

Secara keseluruhan, kegiatan pelatihan ini berjalan dengan lancar serta diterima dengan baik oleh para peserta. Kegiatan kemudian diakhiri dengan sesi tanya jawab yang disambut dengan antusias oleh para peserta. “Alhamdulillah, dengan adanya kegiatan pelatihan ini, para guru bisa mendapatkan ilmu baru dalam menghadapi perilaku anak anak dan menjadi lebih semangat,” tutur Ibu Erma, salah satu peserta kegiatan di akhir acara.