Pusat Krisis dan Pengembangan Komunitas (PKPK) Fakultas Psikologi Universitas Airlangga menjadi narasumber dalam pelatihan bersama Mahasiswa Tanggap Bencana (MAHAGANA) Universitas Airlangga, pelatihan mengusung tema Psychological First Aid (PFA) pada anak-anak. Kegiatan ini berlangsung pada hari Sabtu (17/05/2025) di Sekretariat BEM Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur.
Pelatihan ini diminta secara langsung oleh kawan-kawan MAHAGANA dengan maksud untuk memberikan pengetahuan mendalam pada bantuan psikologis apa yang dapat diberikan kepada para penyintas terutama anak-anak sesaat setelah terjadinya kejadian krisis. Dua topik utama yang disampaikan yakni Mental Health and Psychosocial Support (MHPSS) dan Dukungan Psikologis Awal (DPA) pada anak. Kegiatan ini mendorong SDGs 3 dan 11, yaitu Kehidupan Sehat dan Sejahtera dan Komunitas yang Berkelanjutan. Materi disampaikan oleh dua narasumber mahasiswa magang PKPK Psikologi UNAIR, Alfanda Chinta Rahmania dan Eka Mainur Rohmah.
Dalam penuturan materi, kedua narasumber membebaskan adanya sesi diskusi selama penuturan materi berlangsung. Saat sesi materi MHPSS, narasumber menekankan bahwa reaksi individu mengenai kejadian krisis dapat berbeda-beda dalam timing kemunculannya. “Reaksi ini bisa menimbulkan respon stres atau bahkan dapat memunculkan gangguan mental lainnya”, jelas Chinta. Chinta menjelaskan bahwa dalam memberikan bantuan kesehatan mental dan psikososial tidak dapat dilakukan sendiri melainkan harus mengikutsertakan sektor-sektor lainnya. “Dalam penerapannya, dukungan psikososial kepada anak-anak harus mengikutsertakan empat sektor antara lain sektor perlindungan anak, sektor kesehatan dan gizi, sektor pendidikan, dan memberikan dukungan psikososial yang terfokus”, ujarnya.
Selanjutnya, materi Dukungan Psikologis Awal (DPA) yang dibawakan oleh narasumber Eka menekankan bahwa DPA hanya bisa dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menangani gangguan mental/jiwa ringan pasca terjadinya kejadian krisis. “Teman-teman mungkin familiar dengan P3K yang fungsinya sebagai pertolongan pertama dalam penanganan luka fisik, sama halnya dengan DPA yang fungsinya juga sebagai pertolongan pertama dalam penanganan luka batin/jiwa ringan”, tutur Eka. Adapun tiga langkah DPA yang dapat diberikan antara lain look, listen and link. Eka menjelaskan bahwa sebagai seorang relawan harus mempunyai kepekaan yang tinggi dan mampu memahami serta memperhatikan dengan baik atas masalah yang sedang dihadapi oleh penyintas.

Sebagai bentuk visualisasi yang lebih nyata, diberikan praktik pendengar yang baik dimana peserta secara berpasangan melakukan roleplay untuk menjadi peran pencerita dan pendengar, peserta dengan peran pendengar diberikan detail aksi yang harus dilakukan seperti cuek, memberikan masukan yang salah, memberikan janji palsu dan lain-lain. Dalam penerapannya, peserta merasakan lebih nyata bahwa merasa tidak didengarkan itu sangat tidak nyaman dan menghilangkan rasa ingin bercerita. “Nah, teman-teman, dalam sesi berkomunikasi, teman-teman akan bertemu dengan penyintas yang mungkin dalam sesi bercerita tiba-tiba merasa tidak tenang atau cemas, hal ini dapat dibantu dengan melakukan relaksasi”, jelas Eka. Untuk memberikan bayangan yang nyata, narasumber bersama peserta menerapkan upaya relaksasi yakni square air breathing.
PKPK UNAIR juga mengajak para peserta pelatihan untuk mencoba salah satu board game dari PKPK yakni bermain ular tangga Rangga Erina (ular tangga edukasi risiko bencana). Permainan ini, diharapkan efektif untuk dilakukan sebagai bekal dasar kepada anak-anak untuk lebih memahami bencana alam, cara meminta bantuan, cara evakuasi diri, dan cara menanggulangi bencana.
Sesi pelatihan berlangsung dengan sangat interaktif. Para peserta diminta untuk menilai tingkat pemahaman awal mereka dengan mengisi pre-test dan post-test untuk mengukur pemahaman akhir mereka setelah diberikan pemaparan materi. Sesi roleplay dan bermain ular tangga juga berlangsung sangat interaktif. Kegiatan ini ditutup dengan memberikan rating kepada sesi pelatihan. Regal, Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga mengungkapkan apresiasinya dalam kegiatan ini. “Dalam kegiatan roleplay dan bermain, aku kasih rating 9/10, kalau di pemaparan materinya aku kasih rating 8/10, seru sih, kak”, tuturnya.
Ditulis oleh Alfanda Chinta Rahmania