Artikel ini adalah repost dari Mengelola Micro-Tasks: Menghindari Stres Kerja Berlebih di Era Digital – TIMES Indonesia
TIMESINDONESIA, SURABAYA – Lingkungan kerja saat ini tidak terlepas dari penggunaan teknologi digital pada semua aspek. Banyak pekerjaan yang di masa kini semakin terhubung dengan berbagai platform yang dirancang untuk mempercepat komunikasi dan kolaborasi.
Setiap hari, kita dibanjiri notifikasi dari email, pesan instan, rapat singkat diantara tugas-tugas besar, membaca dokumen digital, mengisi formulir dan kertas kerja digital, sampai mengelola jadwal dan pembaruan di berbagai aplikasi digital.
Pada awalnya, mayoritas dari kita mungkin menyepakati bahwa cara kerja digital ini nampak sederhana dan memudahkan, namun, ternyata mereka juga membawa tantangan baru dalam bentuk tugas-tugas kecil atau micro-tasks. Sekilas, tugas-tugas ini tampak remeh dan sangat mudah dilakukan, namun seiring waktu, hal ini bisa menambah tekanan mental secara diam-diam.
Meskipun terlihat sepele, micro-tasks sering mengganggu konsentrasi kita terhadap tugas utama dan menciptakan beban mental tanpa kita sadari. Karena terus muncul, tugas-tugas ini ternyata cukup merampas waktu dan energi, sehingga membuat pekerja sulit untuk fokus pekerjaan inti.
Pekerja pada era digital seringkali menghadapi tuntutan kerja yang membuat mereka seringkali berpindah dari satu tugas ke tugas lainnya (task switching), yang jika secara terus menerus dilakukan maka hal ini bisa menyebabkan kelelahan mental. Ketika kita harus terus beralih antara pekerjaan utama dan micro-tasks, otak kita menjadi lelah dan produktivitas pun menurun.
Tuntutan pekerjaan “multitasking” tidak sepenuhnya tepat karena pada dasarnya manusia tidak benar-benar melakukan beberapa tugas secara bersamaan, melainkan hanya berusaha secara cepat berpindah dari satu tugas ke tugas lain. Padahal, Setiap kali kita mencoba untuk beralih pada tugas lain setelah menyelesaikan satu hal lain lagi, otak kita harus kembali menyusun ulang fokus yang membutuhkan energi.
Hal ini juga diperkuat oleh beberapa studi yang menunjukkan bahwa peralihan tugas yang terlalu sering akan meningkatkan tingkat stres dan mengurangi produktivitas kerja, terutama jika dikaitkan dengan kualitas dan akurasi. Selain itu, banyaknya micro-tasks yang wajib dilakukan dengan yang tidak terkendali bisa menyebabkan dampak yang lebih serius terhadap kesehatan mental pekerja, seperti kelelahan, kecemasan, gangguan tidur, dan bahkan burnout.
Ketika terpaksa terus-menerus menghadapi tugas-tugas kecil yang tidak kunjung selesai, otak kita memproduksi lebih banyak kortisol, hormon stres, yang jika dibiarkan dalam jangka panjang, dapat mengakibatkan masalah kesehatan fisik dan psikologis yang lebih parah.
Tugas-tugas yang terlalu banyak juga seringkali menciptakan apa yang disebut dengan ilusi produktivitas. Pekerja seringkali merasa sibuk dan kehabisan waktu bekerja karena menyelesaikan banyak tugas kecil, padahal tugas-tugas kecil inilah yang sebetulnya mengalihkan perhatian dari pekerjaan yang lebih penting atau perlu diutamakan.
Hal ini juga akan bertambah lebih buruk jika pekerja tidak memiliki pengelolaan waktu yang baik. Anda bisa membayangkan jika anda terus menerus menghadapi banyaknya tuntutan untuk mengecek pesan instan, segera membalas email, maupun mencari-cari informasi di yang tersebar di berbagai platform sepanjang hari setiap kali anda perlu melakukan sesuatu. Hal ini membuat anda banyak kehilangan waktu untuk tugas-tugas utama yang menentukan produktivitas dan kualitas kerja anda.
Terlalu banyak perpindahan antar tugas juga membuat pekerja kurang optimal, terutama pada tugas-tugas yang membutuhkan fokus yang besar, kreativitas dan berpikir kritis. Anda bisa mengalami konsentrasi yang terpecah maupun kualitas kerja yang kurang optimal.
Beban kognitif yang dirasakan dari banyaknya perpindahan tugas-tugas kecil seringkali menyebabkan beban kognitif yang besar yang mengurangi kemampuan untuk fokus dan menyimpan informasi, maupun pada kelelahan yang berujung pada stres kerja.
Hal ini juga senada dengan hasil penelitian Bunjak dkk (2021), bahwa yang menunjukkan bahwa desain pekerjaan digital yang memerlukan kinerja kognitif berlebih tidak hanya berdampak merugikan pada stres dan kelelahan individu di tempat kerja, tetapi juga menyebabkan penurunan signifikan dalam produktivitas dan kreativitas.
Namun, tentunya tidak mungkin bagi pekerja untuk hidup dalam lingkungan kerja yang bebas dari micro-tasks. Di era digital saat ini, dunia kerja tidak bisa lepas dari tuntutan micro-tasks yang muncul akibat penggunaan teknologi, yang disisi lain menawarkan fleksibilitas dan kemudahan lain dalam menyelesaikan pekerjaan.
Namun, keberadaan micro-tasks yang juga dapat menyebabkan stres dan beban mental yang signifikan tentunya juga perlu diantisipasi. Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengelolaan micro-tasks yang berdampak buruk:
Pertama, Time-Blocking: Metode manajemen waktu ini melibatkan pengelompokan micro-tasks dalam waktu tertentu, daripada mengerjakanya secara acak sepanjang hari. Dengan mengatur waktu khusus untuk menyelesaikan tugas kecil, diharapkan pekerja bisa meminimalkan gangguan dan fokus pada pekerjaan utama.
Kedua, Digital Detox: Mengurangi notifikasi dan gangguan dari perangkat elektronik dapat membantu meningkatkan fokus. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan mematikan notifikasi email atau aplikasi pesan instan ketika menjalankan aktivitas yang membutuhkan fokus pada tugas penting
Ketiga, Mindful Work: Latih diri Anda untuk tetap fokus pada satu tugas besar sebelum beralih ke yang lain.
Keempat, Optimalkan Alat Teknologi: Manfaatkan teknologi untuk optimalisasi penyelesaian micro-tasks. Misalnya, gunakan fitur balasan otomatis untuk e-mail, penjadwalan otomatis terkait tugas yang diberikan, maupun data-data digital yang terintegrasi untuk memudahkan pencarian.
Kelima, Lingkungan Kerja yang Mendukung: Desain fisik ruang kerja dapat mempengaruhi konsentrasi. Sediakan area tenang di tempat kerja untuk menyelesaikan tugas-tugas kritis, dan pasang tanda peringatan saat melakukan pekerjaan yang membutuhkan perhatian penuh.
Keenam, Edukasi Tim: Penting untuk mendidik pekerja mengenai bahaya micro-tasks yang berlebihan dan bagaimana cara meningkatkan pengelolaan tugas. Pemberi kerja bisa memberikan pelatihan maupun simulasi yang dapat membantu karyawan mengelola perhatian dan fokus pada berbagai tugas.
*) Oleh : Rosatyani Puspita Adiati, M.Psi., Psikolog (Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Pusat Riset Dan Pengembangan Inovasi Kesehatan Mental, Kelompok Kajian Dinamika dan Keberlanjutan Komunitas).