Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Mendefinisikan (Ulang) Nasionalisme

Bulan Agustus tahun 2019 sudah berada di awal pekan. Di jalanan banyak orang berdagang bendera merah putih. Bahkan beberapa rumah sudah memasang bendera negara Indonesia tersebut. Di beberapa daerah sudah dilaksanakan lomba-lomba. Suasana ramai, sebab bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 17 Agustus.

Selain itu, beberapa instansi menyelenggarakan upacara bendera, sebagai bentuk memperingati kemerdekaan dan nasionalisme, katanya. Tak kalah semarak dengan jagat nyata, dunia maya pun hingar bingar dengan konten yang berkaitan dengan kemerdekaan dan kecintaan pada negara. Gambar dan tagar tentang perjuangan, keindonesiaan, sampai abdi negara, ramai bersliweran di lini masa. Citizen dan netizen berlomba-lomba untuk menunjukan kecintaan pada negerinya.

Paham untuk mencintai bangsa dan negara sendiri tak lain disebut sebagai nasionalisme. Dengan definisi ini, nasionalisme lebih dekat kepada chauvinisme, cinta tanah air secara berlebihan. Salah satu perilakunya adalah menolak keberadaan pihak asing di Indonesia atau lebih populer dengan anti-aseng atau anti-asing. Orang-orang dengan paham nasionalisme seperti ini berlomba-lomba untuk menjadi yang paling murni atau menjadi Indonesia yang betul-betul Indonesia dengan cara membuat sebuah identitas yang seragam bukan identitas yang beragam. Kita tidak bisa menjadi Indonesia dan menjadi seorang yang nasionalis apabila memiliki bentuk fisik yang berbeda dengan orang-orang kebanyakan. Dengan definisi yang sempit ini, kita justru lebih sering membuat polarisasi kita dan mereka, ‘kita’ adalah orang-orang yang memiliki keseragaman dan ‘mereka’ adalah orang-orang yang berbeda, secara identitas dan fisik.

Padahal, nasionalisme adalah sesuatu yang terus menerus perlu diperbarui dari masa ke masa. Seperti yang dikatakan oleh Benedict Anderson, nasionalisme adalah sebuah proyek bersama, bukan warisan masa lampau dari para pendahulu yang dapat digunakan di semua zaman. Nasionalisme adalah untuk masa kini dan masa depan, bukan masa lalu. Masih menurut Ben Anderson, jika nasionalisme merupakan sebuah warisan masa lampau, orang-orang masa kini akan berebut menjadi pewaris yang sah atau pewaris yang tunggal. Dapat dilihat pada keseharian kita, orang-orang tertentu dapat mengklaim bahwa dirinya nasionalis melalui upaya penyeragaman identitas atau dengan mengagungkan budaya sendiri tanpa memandang budaya orang lain – padahal Indonesia memiliki keragaman budaya – dan merasa budayanya adalah yang paling hebat.

Menurut Ariel Heryanto, nasionalisme artinya memuliakan hak setiap bangsa menentukan nasib sendiri, setara bangsa lain sedunia. Nasionalisme itu bersaudara dengan internasionalisme. Nasionalisme bukan sikap serba anti-asing, dan mati-matian membenarkan penguasa di negeri sendiri.

Nasionalisme, sekali lagi, adalah sebuah proyek bersama dan tidak terbatas. Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi Buru–yang menceritakan kisah hidup Tirto Adi Suryo–menerangkan bahwa kita adalah kumpulan bangsa-bangsa atau berbangsa ganda, bukan hanya milik golongan tertentu saja. Dalam bukunya, Pram menegaskan bahwa untuk melawan kertertindasan diperlukan upaya bersama, bukan hanya milik golongan Jawa saja atau golongan Priyayi.

Oleh karena itu, nasionalisme perlu didefinisikan ulang. Nasionalisme bukan sebatas mencintai bangsa atau negara. Terlebih negara dan bangsa adalah sesuatu yang berbeda. Nasionalisme barangkali adalah kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu, seperti yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau merujuk pada definisi yang dikemukakan oleh Ariel Heryanto tersebut. Dengan definisi tersebut, nasionalisme tidak terbatas pada identitas. Semua pihak dapat membangun semangat nasionalisme, semua pihak dapat makmur bersama-sama, dan berkomitmen bersama, terlepas dari identitas yang melekat.

~Audi Ahmad Rikardi (111611133101)

Nge-Jam Bareng KM

Nge-Jam Bareng KM adalah salah satu program kerja dari Departemen Pengembangan Minat dan Bakat BEM KM Psikologi Universitas Airlangga. Tujuan dari program kerja ini adalah sebagai wadah KM Psikologi Universitas Airla…

Read More »