Berita ini adalah repost dari Penguatan Budaya Rumah Ramah Anak Masyarakat Gili Iyang – INSIDELOMBOK
Mataram (Inside Lombok) – Gili Iyang merupakan salah satu pulau kecil dengan luas 9,15 kilometer persegi yang terletak di Kabupaten Sumenep, Madura. Pulau kecil ini menjadi terkenal karena dinobatkan sebagai daerah dengan kadar oksigen terbaik di dunia, yang berkisar antara 19,5–22,0 persen. Secara administratif, Gili Iyang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Dungkek dan dihuni oleh masyarakat dari dua desa yakni Desa Bancamara dan Desa Banraas. Perjalanan menuju Gili Iyang dapat ditempuh dengan menggunakan perahu dari Pelabuhan Penyeberangan Dungkek dengan waktu tempuh sekitar 30–40 menit.
Dibalik potensi wisatanya, penguatan kehidupan sosial masyarakat yang mendiami pulau tersebut juga perlu mendapat perhatian. Hal ini diperlukan agar seluruh lapisan masyarakat dapat memanfaatkan potensi Gili Iyang dengan baik. Persoalan tingkat pendidikan yang rendah masih menjadi tantangan hingga saat ini.
“Selain itu sumber daya alam yang belum terkelola dengan optimal mengakibatkan banyak pasangan usia produktif merantau untuk mencari nafkah ke luar Gili Iyang dan harus menitipkan anak mereka dalam asuhan kakek-nenek atau keluarga besar yang berada di Gili Iyang,” kata Wakil Dekan I Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Dr. Nur Ainy Fardana, M.Si., Psikolog.
Menurutnya, persoalan ini tidak cukup jika diatasi dengan hanya mengandalkan pada peran pemerintah daerah, melainkan juga perlu dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Universitas Airlangga melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam rangkaian kegiatan Airlangga Community Development Hub (ACHD) turut berkontribusi untuk menunjukkan kepedulian terhadap kehidupan sosial masyarakat di Gili Iyang. Kegiatan ACHD berlangsung selama dua hari yakni 28–29 September 2024 dan diikuti oleh seluruh fakultas yang ada di Universitas Airlangga dengan menunjukkan keunggulannya masing-masing.
“Fakultas Psikologi Universitas Airlangga turut ambil bagian dengan kegiatan penguatan budaya rumah ramah anak. Rumah merupakan tempat anak tumbuh dan berkembang, namun tidak semua rumah menyediakan nuansa pengasuhan yang ramah anak,” jelasnya.
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga menurunkan tim yang terdiri dari lima orang dosen dan beberapa mahasiswa. Mereka memberikan pendampingan dan pelatihan bagi orang tua di Desa Banraas dan Desa Bancamara. Kegiatan yang diikuti oleh sekitar 50 orang tua dan anak-anak itu dikemas secara menyenangkan dengan melibatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Kegiatan tersebut diawali oleh Dr. Nur Ainy Fardana, M.Si., Psikolog dengan menyampaikan cara membangun komunikasi efektif bagi orang tua dan anak.
“Problem perkembangan dan relasi orang tua dengan anak dapat bermula dari komunikasi yang buruk. Sehingga penting bagi peserta untuk memperoleh pengetahuan dan contoh komunikasi efektif antara orang tua dan anak,” tegasnya.
Setelah membangun komunikasi yang efektif, anak perlu kegiatan yang menyenangkan di rumah melalui bermain. Dalam kesempatan tersebut, giliran Dr. Dewi Retno Suminar, M.Si., Psikolog selaku dosen ahli lainnya yang mengajarkan dan mempraktekkan penggunaan media bermain yang tersedia di rumah untuk merangsang optimalisasi perkembangan anak. Sejumlah alat peraga telah disiapkan oleh tim dan digunakan langsung oleh peserta. “Orang tua terlihat antusias mengikuti contoh kegiatan bermain karena ini merupakan bagian dari hak anak yang perlu dipenuhi orang tua,” ungkapnya.
Selain bermain, terdapat pula beberapa hak anak lainnya yang disampaikan oleh Dr. Ike Herdiana, M.Psi., Psikolog. Orang tua perlu tahu hak anak dan cara memenuhinya. Pengetahuan tentang hak anak wajib dikenalkan kepada orang tua maupun pengasuh yang setiap saat berinteraksi dengan anak.
Sementara itu, Endang Retno Surjaningrum, M.App.Psych, PhD, Psikolog, menyampaikan bentuk dan dampak kekerasan pada anak. Melalui FGD dan tanya jawab, peserta mengutarakan pendapatnya secara lugas untuk memahami materi kekerasan pada anak.
“Rumah ramah anak adalah lingkungan yang dapat melindungi anak dari kekerasan. Seringkali tanpa disadari orang tua melakukan kekerasan pada anak. Tekanan kehidupan dan kondisi stres orang tua menjadi pemicu terjadinya kekerasan pada anak,” terangnya.
Di akhir sesi, Listyati Setyo Palupi, S.Psi., M.DevPract, juga memberi penguatan bagi orang tua untuk melindungi anak dari resiko terjadinya kekerasan di lingkungan keluarga serta masyarakat secara luas.
“Dengan penguatan rumah ramah anak, Gili Iyang tidak hanya sekadar menyediakan kualitas oksigen yang baik namun juga memberi kehidupan yang menyenangkan, bahagia, dan terlindungi bagi anak,” tutupnya. (ade)