Jumat, 7 Oktober 2016, akhirnya telah diselenggarakan pelatihan yang telah ditunggu-tunggu oleh 50 orang yang diundang dari berbagai instansi di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Setelah diseleksi dari 80 pendaftar, tentunya orang-orang yang terpilih tersebut sangat antusias untuk mengikuti Pelatihan Penanganan Anak dengan Autisme yang diadakan di aula Excellence with Morality Fakultas Psikologi.
Pelatihan yang telah berturut-turut diselenggarakan sejak tiga tahun lalu ini dirancang untuk dilakukan secara intensif setiap akhir minggu dari tanggal 7 sampai 29 Oktober 2016, dengan tambahan kegiatan yaitu observasi secara langsung di Autism Centre.
Tujuan dibuatnya pelatihan ini adalah untuk memperluas pendekatan TEACCH dalam proses identifikasi dan intervensi dini anak dengan autisme di Indonesia. Pendekatan TEACCH sendiri adalah program yang didasarkan pada pemahaman menyeluruh akan fungsi anak. Pendekatan ini juga adalah sebuah strategi pembelajaran yang didesain untuk mengakomodasi kelebihan dan kekurangan anak termasuk mengakomodasi kekurangan dan mengurangi stressor.
Pembicara yang diundang pada pelatihan ini pun bukan sekedar staf pengajar biasa, mereka adalah orang-orang yang telah menempuh pelatihan di Australia tentang bagaimana cara menangani anak autis. Ketua pelaksananya yaitu Ibu Muryantinah Mulyo Handayani, Mpsych (Ed&Dev), Psikolog, dan pembicara yang lainnya adalah Ibu Margaretha, S.Psi., P.G.Dip.Psych.,M.Sc, Bapak Tino Leonardi, M.Psi, Psikolog, Bapak Iwan Wahyu Widayat, M.Psi.,Psikolog, Ibu Atika Dian Ariana, S.Psi, dan lain-lain.
Acara hari ini dibuka dengan pemanasan yang disambut dengan bersemangat oleh para peserta, lalu secara resmi dimulai dengan penjelasan overview jadwal pelatihan oleh Ibu Muryantinah Mulyo Handayani, Mpsych (Ed&Dev), Psikolog.
Selanjutnya, materi pertama yang disampaikan pada rangkaian pelatihan ini adalah tentang “Memahami Karakteristik, Implikasi/Dampak dan Strategi pada Anak dengan Spektrum Autisme” dengan pembicara Ibu Margaretha, S.Psi., P.G.Dip.Psych
Dalam kesempatan tersebut, beliau menjelaskan tentang definisi autisme, gejala-gejala, dan karakteristik dari autisme. Beliau juga membenahi paradigma-paradigma yang salah terhadap penyakit autisme. Seperti cara menyebut anak dengan autisme yang baik dan benar dengan tanpa membuatnya terdengar seperti men-judge mereka. Para peserta pun tidak hanya mendengar dan mengangguk saja, tapi ikut berperan aktif dalam diskusi tersebut dan menyatakan pendapat juga pertanyaan-pertanyaan mereka.
Selain itu, beliau juga menjabarkan bagaimana gejala autisme telah diubah dari Triadic menjadi Dyadic. Dulu, gejala-gejala autisme terdiri dari adanya hambatan dalam perilaku, komunikasi, dan sosial. Namun, terdapat perubahan diagnosa dimana hambatan komunikasi dan sosial digabung menjadi satu gejala. Penyebabnya adalah adanya penelitian yang mengatakan bahwa hambatan komunikasi dari anak dengan autisme biasanya adalah dalam interaksi sosial mereka, sehingga di dalam DSM-V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke-5), gejala tersebut diubah menjadi hambatan komunikasi dan sosial.
Pelatihan ini berlangsung hingga sore hari dan akan dilanjutkan di hari berikutnya di tempat yang sama. Semoga dengan diadakannya pelatihan ini, pemahaman peserta tentang penanganan terhadap anak dengan autisme akan lebih dalam dan ilmu tersebut bisa disebarluaskan sehingga proses identifikasi dan intervensi dini anak dengan autisme di Indonesia akan semakin baik dan berkembang.