Belakangan ini, sering dibicarakan tentang Tes Potensi Akademik (TPA) di kalangan masyarakat. Rencananya, sistem pendidikan Indonesia khususnya SMP dan SMA akan mengunakan tes ini sebagai salah satu seleksi masuk. Hal ini menimbulkan polemik karena tidak semua orang akrab dengan TPA dan beberapa orang bahkan cemas akan penerapan sistem ini. Berkenaan dengan dilaksanakannya TPA ini, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga ditunjuk pemerintah Surabaya sebagai penyedia 500 orang tester yang nantinya akan memberi petunjuk kepada siswa dalam tes ini. Pada kesempatan ini, penulis akan sedikit bercerita mengenai seluk beluk TPA; tujuan dari TPA itu sendiri, tester, dan hal-hal lainnya yang terkait dengan TPA ini.
Apa sih TPA itu?
Tes Potensi Akademik atau yang biasa disingkat menjadi TPA merupakan tes yang mengukur kemampuan berpikir siswa, meliputi kemampuan pemahaman dan penalarannya saat ini. Tingkat kemampuan berpikir siswa ditentukan oleh kapasitas berpikir dan pengalamannya di dalam maupun luar sekolah, dan kemampuan berpikir ini berkembang sejak ia lahir hingga saat ini. TPA mengukur kemampuan berpikir siswa dari tiga aspek, yaitu verbal, numerikal, dan figural. Kemampuan verbal merupakan kemampuan pemahaman dan bernalar dengan menggunakan bahasa, kemampuan numerikal merupakan kemampuan pemahaman dan bernalar dengan menggunakan angka, dan kemampuan figural merupakan kemampuan pemahaman dan bernalar dengan menggunakan gambar.
Mengapa TPA dibutuhkan dalam proses seleksi?
TPA bertujuan untuk mengukur kapasitas berpikir siswa, sehingga hasil tes ini dapat memprediksi apakah seorang siswa akan lebih berhasil dalam prestasi belajarnya di jenjang yang lebih tinggi, dan lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami stress dengan tuntutan belajar di sekolah nantinya.
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir yang tinggi akan memiliki proses berpikir dan strategi pemecahan masalah yang efektif dan efisien yang membuatnya lebih mudah mempelajari mata pelajaran di sekolah dan menyelesaikan persoalan, sehingga dia tidak mudah untuk mengalami kecemasan dalam belajar dan akan memiliki prestasi belajar yang lebih baik.
Hasil dari nilai TPA dapat pula digunakan sebagai profil kemampuan berfikir siswa (berfikir dengan bahasa, angka, atau gambar) yang dapat dipergunakan oleh guru dan sekolah untuk mengembangkan proses pembelajaran di sekolah tersebut atau membantu siswa secara individual. Sehingga, proses pembelajaran siswa akan lebih efektif dan optimal karena siswa dapat memaksimalkan potensi kemampuan berpikirnya (dengan bahasa, angka, atau gambar) dalam belajar.
Contoh, seorang siswa yang mempunyai profil kemampuan berfikir yang menunjukkan kekuatan kemampuan berfikir dengan gambar dibandingkan dengan kemampuan dalam berfikir bahasa dan angka, maka anak sebaiknya diminta untuk membuat sketsa-sketsa gambar untuk memahami pelajaran yang bermuatan bahasa yang tinggi.
Apa sih tester itu?
Terkait dengan pengadaan TPA di Surabaya, para mahasiswa Fakultas Psikologi diberi kesempatan untuk mengaplikasikan ilmunya yakni dengan menjadi tester. Tester berperan sebagai pemberi petunjuk kepada peserta dalam mengerjakan tes. Peran tester tentunya berpengaruh pada hasil pengerjaan TPA oleh siswa, karena jika belum pernah mengikuti TPA sebelumnya, siswa dapat bertanya kepada tester agar ia dapat menerjakan soal dengan tepat. Menjadi tester tidaklah semudah yang terlihat. Seseorang harus dapat membuat rapport yang baik saat ia menjadi tester. Ia juga harus memiliki kecakapan komunikasi, yakni dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta dapat melafalkan kata dengan baik agar dapat jelas terdengar. Oleh karenanya, kesempatan menjadi tester ini dapat kita jadikan sebagai latihan untuk membuat rapport yang baik dan mengembangkan soft skill kita sebagai calon psikolog nantinya.
(BPA/Faculty Ambassador)