Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Insight – Mencari Berita dan Wawancara

Mengumpulkan Berita
Peristiwa menjadi layak berita terkait kebaruan (new), magnitude, proximity, keterkenalan, dramatik, penting, atau tren.

Bagaimana Jurnalis Mencari Berita?
Biasanya media membagi jurnalis dalam dua posisi:

A. Jurnalis yang diposkan di suatu tempat.
Misal : kepolisian, pengadilan, kantor pemerintah, instansi pendidikan, dll. Jurnalis ini bertugas mencari berita dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di sana.

B. Jurnalis diplot untuk floating atau bebas mencari berita di manapun di luar pos yang telah ditempati jurnalis lain dari media yang sama. Tugas jurnalis floating adalah menjaga agar berita di luar pos yang tetap juga bisa didapatkan.

Untuk jurnalis kampus lebih efektif kalau floating, karena bisa belajar banyak dari berbagai isu.

Terpenting: Mengumpukan Fakta

Berita yang berkualitas terkait dengan kekuatan fakta-fakta yang disajikan dalam bentuk rangkaian kisah atau cerita. Makin lengkap rangkaian fakta-fakta itu, makin komplit bangunan story sebuah berita.
Jurnalisme apapun, termasuk jurnalisme mahasiswa atau kampus, apabila mengabdikan diri pada informasi, penting meningkatkan kegigihan mengumpulkan fakta.
Opini yang disajikan dengan diksi yang keras belum tentu bisa menggugah. Tetapi, kisah yang disajikan dengan fakta-fakta yang telak, akan mengirimkan pesan yang kuat dan sulit terbantah. Misal, polemik soal BHMN dan makin tingginya biaya pendidikan tinggi.

Konsep Kekalahan dan Kemenangan Manusia
Berita selalu mengandung sesuatu yang luar biasa. Biasanya, paling gampang melihat sesuatu yang luar biasa itu pada peristiwa yang tragis.  Misal: kecelakaan, bencana, kriminalitas, tragedi. Ini merupakan konsep berita “kekalahan manusia”.
Berita bisa juga berwujud “kemenangan manusia”. Berita semacam ini juga mengandung sesuatu yang luar biasa. Misal, orang meraih prestasi, memenangkan hadiah, lolos dari kesulitan, menyumbangkan karya, memberikan bantuan.

Wawancara
Untuk pers, wawancara merupakan proses mencari berita.
Wawancara juga bisa untuk tujuan konfirmasi atau memperbandingkan informasi. Jurnalis sebelumnya sudah punya informasi, tetapi ingin mencari informasi dari sisi atau pihak lain. Ini dikenal sebagai azas cover both sides.
Wawancara juga bisa merupakan sarana mencari sudut pandang atau perspektif yang patut diketahui khalayak. Misal, saat krisis ekonomi, jurnalis ingin menyajikan analisis dari pakar, maka mewawancarai pakar ekonomi.

Siapa yang Layak Diwawancarai?

Jurnalis mewawancarai aktor-aktor berita, yakni:

Pihak yang terlibat dalam peristiwa (konflik atau kerja sama)
Saksi mata (dalam peristiwa tragis atau dramatis)
Pihak yang berwenang terkait suatu peristiwa (polisi, tentara, petugas, pejabat resmi)
Tokoh (artis, seniman, aktivis, politikus, pakar)
Pihak lain yang dirasa relevan (jurnalisme khusus, misal yang mangulas dunia mistik)

Mendadak vs Terencana

Wawancara mendadak
Terkait peristiwa yang baru saja terjadi dan jurnalis harus mengumpulkan info secepat-cepatnya. Tanpa persiapan (instinktif), jurnalis harus siap menanyai sumber berita. Misal: ada kecelakaan, pembunuhan atau tragedi lain. Untuk itu, jurnalis harus lebih menjaga perasaan, karena situasinya sedang tidak nyaman.

Wawancara Terencana
Jurnalis ingin menggali lebih dalam tentang suatu informasi dengan mempersiapkan bahan dan pertanyaaan. Misal: jurnalis ingin membuat profil tokoh atau meminta penjelasan atas sejumlah isu menyangkut seseorang.
Intinya, jurnalis harus siap dengan pertanyaan yang sesuai konteks, agar tugasnya menggali informasi terlaksana dengan baik.

Wawancara Efektif
Jurnalis tidak menginterogasi. Betapapun jengkel atau senang dengan sosok yang diwawancarai, jurnalis harus tetap tenang dalam menggali info. Tugas jurnalis adalah mengumpulkan info selengkap-lengkapnya dan seadil-adilnya (fair). Jangan menonjolkan ego. Jangan sampai menggurui atau terlalu banyak bicara. Yang harus banyak bicara adalah sumber berita. Untuk itu, yang ditonjolkan adalah pertanyaan mengapa.
Meski tetap harus menjaga kesopanan, jurnalis tak boleh melupakan fungsinya untuk cross-check suatu fakta, mempertanyakan, meminta penegasan, meluruskan logika, atau mengklarifikasi.
Untuk wawancara yang akan dijadikan berita tanya jawab, gali sisi unik, humoris atau manusiawi (human interest) dari sosok yang diwawancarai. Tujuannya, menemukan sisi lain kehidupan seorang tokoh. Misal: Soetrisno Bachir yang dikenal sebagai politikus, ternyata kolektor setrika.
Sebaiknya, penampilan jurnalis tidak mengganggu narasumber. Jurnalis juga perlu berbusana menyesuaikan dengan sumber berita.

Memahami Masalah
Jurnalis harus berpikiran terbuka. Mereka harus siap dalam situasi apapun saat harus menggali informasi. Untuk itu, jurnalis diharapkan siap setiap saat ketika harus menggali info tentang aneka persoalan.
Misal: jurnalis di pengadilan harus paham bagaimana mewawancarai hakim, jaksa, pengacara, terdakwa, saksi dan pihak lain yang terlibat dalam kasus hukum. Untuk itu jurnalis di pengadilan harus belajar tentang dasar-dasar bekerjanya sistem hukum.
Begitu pula jurnalis yang ditempatkan di pemerintahan, politik, pendidikan, kepolisian, harus membekali diri dengan pemahaman tentang isu yang dikerjakannya, agar bisa menggali informasi dengan efektif.
Jurnalis yang memahami masalah yang sedang digarapnya akan membantu menghasilkan produk jurnalistik yang akurat dan tidak missleading (melenceng dari yang dimaksud).

Materi disampaikan dalam BIMBINGAN TEKNIS
PENINGKATAN MANAJEMEN PENGELOLAAN PENERBITAN
PERS KAMPUS
(dengan sedikit penyesuaian)